KawanJariNews.com – Jakarta, 7 September 2025 — Sejumlah pakar dan pejabat negara membahas isu makar, dinamika unjuk rasa, serta pentingnya peran intelijen dalam menjaga stabilitas nasional dalam sebuah diskusi publik yang digelar pekan ini. Acara tersebut menghadirkan Komisioner Kompolnas, Yusuf Warsyim, serta pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, sebagai narasumber utama.
Dalam pemaparannya, Yusuf Warsyim menjelaskan bahwa Kompolnas sebagai pengawas kepolisian terus memantau jalannya unjuk rasa, termasuk aksi pada 25 Agustus lalu. Ia menegaskan bahwa kepolisian telah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak sejak awal, bahkan melalui pemantauan media sosial, agar kegiatan tersebut berjalan sesuai protokol dan hukum. Menurutnya, batasan waktu hingga pukul 18.00 ditetapkan karena potensi kerusuhan biasanya meningkat pada malam hari.
Yusuf juga menyampaikan bahwa meskipun ada indikasi kelompok tertentu berusaha memanfaatkan momentum, tidak ditemukan pola sistematis yang jelas mengenai adanya aktor yang sengaja memprovokasi kerusuhan. “Kami mencatat adanya upaya kelompok tertentu di beberapa daerah, namun tidak semua berujung pada kekerasan,” jelasnya.
Sementara itu, Margarito Kamis menekankan bahwa pernyataan Presiden mengenai adanya indikasi makar perlu dipahami sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas nasional. Ia menegaskan bahwa dalam sistem presidensial, Presiden memegang tanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan bangsa dan negara. “Pernyataan Presiden merupakan bentuk kewajiban konstitusional untuk memastikan situasi tetap kondusif,” ujarnya.
Margarito menjelaskan bahwa makar secara hukum adalah upaya menjatuhkan pemerintahan yang sah. Menurutnya, pernyataan Presiden harus didukung data valid dari intelijen dan aparat keamanan. Ia juga menyinggung pengalaman sejarah, seperti peristiwa 1965 dan 1998, yang menunjukkan bahwa perubahan besar sering kali melibatkan kekuatan di luar rakyat biasa, termasuk potensi intervensi asing.
Para narasumber sepakat bahwa demonstrasi merupakan hak konstitusional warga negara. Namun, mereka mengingatkan bahwa aksi harus dijalankan secara damai tanpa kekerasan, perusakan, atau provokasi. Diskusi juga menekankan pentingnya peran intelijen dalam mengantisipasi potensi kerusuhan, serta perlunya aparat menegakkan hukum berdasarkan data dan prinsip keadilan.
Diskusi publik ini pada akhirnya menyimpulkan bahwa situasi politik harus dilihat secara objektif dan hati-hati. Negara diminta tetap waspada terhadap kemungkinan pihak-pihak yang memanfaatkan situasi demi kepentingan tertentu, sekaligus menjamin bahwa hak-hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat tetap dilindungi sesuai konstitusi.
Baca juga: Aksi Kamisan di Surabaya: Tuntut Penuntasan Kasus Munir dan Korban Kekerasan
Baca juga: DPR RI Sepakati Penghentian Tunjangan Perumahan dan Moratorium Kunjungan Luar Negeri