KawanJariNews.com – Surabaya, 20 September 2025 – Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur menugaskan Yulianto Kiswocahyono, S.E., S.H., BKP, Konsultan Pajak Senior sekaligus Ketua Komite Tetap Fiskal KADIN Jatim, sebagai narasumber dalam diskusi nasional mengenai alternatif insentif fiskal di era Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT).
Penugasan tersebut tertuang dalam Surat Tugas Nomor 2097/K/ST/IX/2025 yang ditandatangani oleh Ketua Umum KADIN Jatim, H. Adik Dwi Putranto, S.H., M.HP., pada 16 September 2025. Acara diselenggarakan atas undangan Direktorat Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
Diskusi berlangsung pada Jumat, 19 September 2025, mulai pukul 12.00 WIB hingga selesai di Ruang Rapat Lantai 3 Gedung A Disperindag Provinsi Jawa Timur, Jl. Siwalankerto Utara II/42, Wonocolo, Surabaya.
Latar Belakang Kebijakan
Pajak Minimum Global (GMT) merupakan kebijakan internasional yang menetapkan tarif minimum 15 persen bagi perusahaan multinasional dengan pendapatan global di atas €750 juta. Tujuannya adalah mencegah praktik penghindaran pajak dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil.
Mekanisme Teknis GMT
Dalam pemaparannya, Yulianto menjelaskan tiga pilar utama GMT:
- Income Inclusion Rule (IIR) – negara asal perusahaan dapat mengenakan pajak tambahan bila anak usaha di luar negeri membayar pajak di bawah 15 persen.
- Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT) – negara tempat perusahaan beroperasi dapat menambahkan pajak agar tarif efektif mencapai minimal 15 persen.
- Undertaxed Payment Rule (UTPR) – mekanisme cadangan bila IIR dan QDMTT tidak diberlakukan.
Posisi Indonesia
Indonesia memiliki tarif PPh Badan sebesar 22 persen, sehingga secara umum lebih tinggi dari ambang batas GMT. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, mayoritas perusahaan multinasional di Indonesia tidak terkena dampak langsung.
Namun demikian, regulasi terbaru PMK 136/2024 yang berlaku 1 Januari 2025 mengadopsi aturan Global Minimum Tax sesuai kerangka kerja OECD/G20. Perusahaan yang mendapat insentif pajak dengan tarif efektif di bawah 15 persen tetap berpotensi dikenakan pajak tambahan.
Dampak terhadap Ekonomi Nasional
Menurut Yulianto, penerapan GMT dapat memperkuat penerimaan negara sekaligus mendukung stabilitas fiskal. Dampak tidak langsung juga terlihat pada penguatan APBN, pengurangan defisit, serta stabilitas nilai tukar Rupiah.
“Stabilitas fiskal yang kuat akan mendukung kebijakan moneter yang efektif,” tegas Yulianto di hadapan peserta forum.
Tantangan dan Strategi
Implementasi GMT di Indonesia menghadapi tantangan berupa berkurangnya efektivitas insentif pajak, kompleksitas administrasi pelaporan, serta kebutuhan peningkatan kapasitas SDM dan digitalisasi sistem perpajakan.
KADIN Jatim menilai perlu ada pergeseran insentif ke arah pengeluaran produktif, seperti subsidi penelitian dan pengembangan (R&D), penguatan kualitas SDM, serta pembangunan infrastruktur, agar daya saing investasi tetap terjaga.
Diskusi Interaktif dan Penutup
Sesi tanya jawab berlangsung hangat, dengan peserta aktif menyampaikan pertanyaan seputar dampak GMT terhadap investasi asing, keberlanjutan insentif fiskal, hingga kesiapan regulasi domestik. Yulianto memberikan penjelasan mendalam serta solusi strategis yang diapresiasi peserta.
Sebagai penutup, acara diakhiri dengan foto bersama seluruh narasumber, panitia, dan peserta, menandai komitmen bersama untuk mendukung penerapan kebijakan fiskal yang adil dan berdaya saing.
Baca juga: Respons PBNU Soal Penyidikan Kasus Korupsi Kuota Haji: Hukum Harus Transparan dan Adil
Baca juga: Kelangkaan BBM di SPBU Swasta Sejak Akhir Agustus, Kebijakan Impor Satu Pintu Pertamina Tuai Sorotan