KawanJariNews.com – Jakarta, 3 Oktober 2025 – Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan bahwa usulan penghapusan hak pensiun seumur hidup bagi anggota DPR tidak bisa dilakukan secara sepihak. Menurutnya, kebijakan tersebut harus merujuk pada aturan hukum yang berlaku dan diputuskan melalui mekanisme resmi.
Permintaan agar Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus hak pensiun DPR disampaikan oleh psikiater Lita Linggayani dan mahasiswa Syamsul Jahidin. Keduanya mendaftarkan gugatan dengan nomor perkara 176/PUU/2025 pada 30 September 2025. Pemohon menilai pemberian pensiun seumur hidup bagi anggota DPR yang hanya menjabat lima tahun tidak adil, karena dibiayai dari pajak masyarakat.
Dalam permohonan tersebut, pemohon meminta MK menafsirkan ulang sejumlah ketentuan, termasuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan serta Anggota Lembaga Tinggi Negara, serta pasal-pasal terkait dalam konstitusi. Mereka mengusulkan agar DPR dikeluarkan dari daftar lembaga yang berhak menerima pensiun penuh, dan tunjangan dihitung berdasarkan persentase tertentu dari dasar pensiun, minimal 6 persen hingga maksimal 75 persen.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000, besaran pensiun anggota DPR ditentukan berdasarkan lama masa jabatan. Untuk dua periode, pensiun maksimal sekitar Rp3,63 juta; satu periode sekitar Rp2,93 juta; dan masa jabatan lebih singkat, misalnya 16 bulan, sekitar Rp401 ribu. Pensiun hanya diberikan kepada anggota DPR yang berhenti dengan hormat dari jabatannya.
Menanggapi aspirasi tersebut, Puan Maharani menyampaikan bahwa kebijakan terkait hak pensiun DPR sudah memiliki dasar hukum yang jelas. “Tidak bisa hanya berbicara pada satu lembaga negara saja. Semua kebijakan harus melihat aturan secara menyeluruh dan berlaku secara hukum,” ujar Puan di Jakarta. Ia menekankan bahwa perubahan aturan hanya dapat dilakukan melalui mekanisme hukum yang sah.
Isu ini mencuat di tengah sorotan publik terhadap keadilan dan efisiensi penggunaan anggaran negara. Akademisi dan praktisi kebijakan publik menilai pemberian pensiun seumur hidup kepada anggota DPR yang masa jabatannya singkat berpotensi membebani keuangan negara dan menimbulkan ketidakadilan sosial.
Puan menutup dengan menegaskan bahwa setiap aspirasi harus dihargai, namun keputusan akhir tetap bergantung pada aturan hukum yang berlaku. “Perubahan kebijakan tidak bisa dilakukan sembarangan. Semua harus sesuai aturan,” tegasnya.
Baca juga: Presiden Prabowo Instruksikan Pembersihan Manajemen BUMN
Baca juga: Dugaan Intervensi Politik dalam Program Makanan Bergizi Gratis Jadi Sorotan