Penerimaan Pajak Kripto Tembus Rp 1,61 Triliun, Indodax Jadi Pemain Kunci

banner 468x60

KawanJariNews.com — Jakarta, 6 Oktober 2025 – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penerimaan pajak dari transaksi aset kripto mencapai Rp 1,61 triliun sejak kebijakan pajak kripto diberlakukan pada 2022 hingga Agustus 2025. Capaian ini menegaskan bahwa sektor aset digital kini berperan signifikan dalam mendukung pendapatan negara, meski volatilitas pasar kripto global masih tinggi.

Rincian dan Komposisi Penerimaan

Berdasarkan data publik yang dikutip dari berbagai sumber resmi, total penerimaan pajak kripto terdiri dari:

  • PPh Pasal 22 Final: Rp 770,42 miliar
  • PPN Dalam Negeri: Rp 840,08 miliar

Rincian per tahun menunjukkan tren kenaikan:

  • 2022: Rp 246,45 miliar
  • 2023: Rp 220,83 miliar
  • 2024: Rp 620,4 miliar
  • Januari–Agustus 2025: Rp 522,82 miliar

Kontributor terbesar berasal dari bursa aset digital lokal Indodax, dengan setoran pajak mencapai Rp 265,4 miliar atau sekitar 50,7% dari total nasional.

Landasan Regulas. Pengenaan pajak atas aset kripto diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022.

Kebijakan tersebut menetapkan:

  • PPh Pasal 22 Final sebesar 0,1% dari nilai transaksi; dan
  • PPN sebesar 0,11% bagi bursa kripto terdaftar di bawah pengawasan Bappebti.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah memperluas basis perpajakan dan mengoptimalkan potensi sektor ekonomi digital yang tumbuh pesat.

Komentar Yulianto Kiswocahyono

Konsultan pajak sekaligus Ketua Komite Tetap Fiskal KADIN Jawa Timur, Yulianto Kiswocahyono, S.E., S.H., BKP, menilai capaian Rp 1,61 triliun merupakan perkembangan positif, namun belum mencerminkan potensi penuh industri aset digital di Indonesia.

“Pemerintah perlu memastikan aspek tata kelola dan transparansi. Pajak kripto tidak cukup hanya dikelola sebagai angka penerimaan, tetapi juga sebagai instrumen pengawasan ekonomi digital,” ujar Yulianto kepada KawanJariNews.com, Senin (6/10/2025).

Ia menekankan pentingnya sinergi antara DJP, Bappebti, dan OJK dalam pengawasan lintas sektor, terutama terhadap platform berbasis luar negeri yang beroperasi di Indonesia.

“Kalau pengawasan tidak diperkuat, potensi kebocoran pajak tetap ada. Banyak transaksi lintas negara yang tidak tercatat dengan baik di sistem nasional. Ini yang harus jadi perhatian,” tambahnya.

Yulianto juga menyoroti perlunya edukasi bagi wajib pajak digital. “Kesadaran pajak di kalangan pelaku kripto masih beragam. Edukasi publik penting agar masyarakat memahami konsekuensi fiskal dari setiap transaksi digital,” tegasnya.

Pandangan Pelaku Industri

CEO Indodax, Oscar Darmawan, menyebut meningkatnya kontribusi pajak sebagai bukti bahwa industri kripto di Indonesia telah berkembang ke arah yang lebih profesional.

“Kami mendukung penuh regulasi pajak yang adil dan berimbang. Transparansi adalah kunci agar industri ini bisa terus tumbuh,” ujarnya.

Konteks Global

Peningkatan penerimaan pajak kripto terjadi seiring kenaikan harga Bitcoin yang sempat menembus Rp 2 miliar per koin pada kuartal III 2025. Indonesia kini termasuk negara di Asia Tenggara yang memiliki kerangka hukum dan sistem perpajakan aset digital paling komprehensif.

Dengan capaian Rp 1,61 triliun, sektor aset digital terbukti memiliki kontribusi nyata terhadap penerimaan negara. Pemerintah diharapkan terus memperkuat regulasi dan pengawasan agar potensi pajak kripto dapat dioptimalkan sekaligus mendukung pertumbuhan industri secara berkelanjutan.

Baca juga: Kementerian BUMN Resmi Berubah Menjadi Badan Pengatur BUMN

Baca juga: Ketua Umum OA FERADI WPI Advokat Donny Andretti Ucapkan Selamat HUT TNI ke-80: “TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *