Waspada Fenomena Grup Menyimpang di Media Sosial, Pemerhati Anak: Ini Ancaman Serius bagi Generasi dan Bangsa

banner 468x60

kawanjarinews.com – Jakarta, 17 Mei 2025 — Masyarakat Indonesia kembali dikejutkan oleh fenomena mencemaskan yang mencuat di media sosial. Munculnya grup-grup daring di platform seperti WhatsApp dan Facebook yang memuat konten penyimpangan seksual terhadap anak, termasuk praktik inses terselubung, menimbulkan keprihatinan luas. Grup-grup ini disebut memiliki ribuan anggota dan mengandung indikasi kuat pelanggaran terhadap perlindungan anak.

Grup-grup di media sosial tersebut secara tersembunyi membagikan konten yang mengandung kekerasan seksual terhadap anak. Pola komunikasi yang digunakan menunjukkan penyimpangan serius, bahkan melibatkan narasi incest dalam lingkungan keluarga sendiri. Aktivitas ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan berlangsung secara daring, menyulitkan pengawasan langsung.

Menurut Erlinda, aktivis pemerhati anak dan keluarga, para pelaku sebagian besar berasal dari lingkungan terdekat korban. “Korban sebagian besar adalah balita yang secara psikologis belum mampu membedakan mana yang benar dan salah. Mereka mudah dipengaruhi oleh bujuk rayu atau iming-iming dari pelaku,” ungkapnya dalam siaran program Apa Kabar Indonesia Siang di TVOne.

Fenomena ini mulai terdeteksi secara masif dalam beberapa bulan terakhir di berbagai platform digital. Konten dan aktivitas penyimpangan tersebut dilaporkan tersebar di sejumlah daerah, tanpa batas geografis, karena sifatnya yang daring.

Erlinda mengidentifikasi disfungsi keluarga, pola asuh yang gagal, dan minimnya pendidikan seks usia dini sebagai penyebab utama. Ia juga menyoroti lemahnya deteksi dini dari pihak keluarga maupun lingkungan sosial.

“Banyak keluarga yang tidak membekali anak sejak dini tentang batas tubuh, etika, dan bahaya kekerasan seksual. Akibatnya, anak-anak tumbuh tanpa kemampuan membela diri,” jelasnya.

Dampak dari fenomena ini dinilai sangat luas, mulai dari kerusakan fungsi sosial keluarga, beban sistem kesehatan nasional, hingga ancaman terhadap masa depan generasi muda.

Fenomena ini bukan hanya berdampak secara fisik dan psikologis terhadap korban, tetapi juga menimbulkan kerugian besar bagi negara. “Jika ini dibiarkan, negara akan terbebani secara jangka panjang, baik dari sisi layanan kesehatan, psikologis, hingga pelayanan sosial. Anak-anak korban kekerasan seksual cenderung mengalami trauma berkepanjangan dan bahkan berisiko menjadi pelaku di kemudian hari jika tidak direhabilitasi,” tegas Erlinda.

Respon dan Seruan Tindakan

Aktivis dan lembaga perlindungan anak mendesak tindakan cepat dan sinergis dari berbagai pihak. Di antaranya:

  • Deteksi dini dan pencegahan oleh negara dan masyarakat.
  • Sinergi lintas kementerian seperti Kementerian PPA, Kesehatan, Pendidikan, dan Dalam Negeri.
  • Pendidikan seks usia dini yang sesuai tahap tumbuh kembang anak.
  • Penegakan hukum tegas terhadap pelaku kekerasan seksual, termasuk dalam ranah keluarga.
  • Layanan rehabilitasi menyeluruh bagi korban, melibatkan psikolog, tenaga medis, tokoh masyarakat, dan agama.
  • Pemantauan dan regulasi dunia siber agar platform digital tidak menjadi ruang bebas bagi predator seksual.

“Ini warning untuk kita semua. Jangan dianggap ini masalah biasa, karena dampaknya luar biasa. Ini bisa menjadi masalah nasional, karena merusak fungsi sosial keluarga, kesehatan masyarakat, hingga ekonomi negara,” ujar Erlinda.

Reaksi Masyarakat

Respons publik di media sosial dipenuhi kecaman dan kekhawatiran. Warganet menuntut aparat dan pemerintah bergerak cepat membubarkan grup-grup tersebut, serta memperkuat literasi digital dan edukasi kepada anak dan keluarga.

Sebagai langkah awal, masyarakat diimbau untuk mengawasi aktivitas daring anak-anak dan melaporkan dugaan pelanggaran kepada pihak berwajib melalui jalur resmi.

Baca juga: Talud Jalan Longsor di Dusun Karang Jadi Sorotan: Pemerintah Kalurahan Nglegi Janjikan Perbaikan Skala Prioritas Tahun 2025

Baca juga: Embung Kaduagung Dipertanyakan, Kerabat Kades: “Transparansi Bukan Buka-Bukaan Dokumen”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *