Kontroversi Pernyataan Menkeu Sri Mulyani: Pajak Disamakan dengan Zakat dan Wakaf

banner 468x60

kawanjarinews.com – Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menuai kontroversi setelah pernyataannya yang menyamakan kewajiban membayar pajak dengan menunaikan zakat dan wakaf. Pernyataan itu disampaikan dalam forum resmi pemerintah pekan ini dan langsung memicu beragam reaksi dari publik serta kalangan tokoh agama.

Kontroversi bermula ketika Sri Mulyani menyatakan bahwa pajak yang dibayarkan masyarakat dapat disamakan dengan zakat maupun wakaf, karena sama-sama mengandung prinsip berbagi kepada sesama. “Bukan ustadzah ya dalam hal ini, tapi sebagai Menteri Keuangan saya menerangkan bahwa dalam rezeki yang Anda dapatkan ada hak orang lain. Hak orang lain itu bisa diberikan melalui zakat, ada melalui wakaf, ada melalui pajak,” ujar Sri Mulyani.

Pernyataan tersebut dianggap sebagian pihak keliru dan menyesatkan, bahkan dituding sebagai bentuk politisasi agama untuk melegitimasi kewajiban pajak. Sejumlah tokoh agama menilai bahwa zakat dan wakaf memiliki dasar syariat yang berbeda dengan pajak yang bersifat kewajiban negara.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Menkeu Sri Mulyani, salah satu pejabat negara dengan peran strategis dalam pengelolaan keuangan negara. Reaksi publik pun muncul, terutama dari kelompok masyarakat muslim, akademisi, dan tokoh agama yang menilai pernyataan tersebut perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam forum resmi pemerintah pada pekan kedua Agustus 2025, yang membahas penerimaan negara dan kontribusi pajak dalam membiayai program prioritas pemerintah.

Kontroversi muncul karena zakat dan wakaf memiliki kedudukan hukum dan makna spiritual dalam Islam, sedangkan pajak merupakan kewajiban warga negara berdasarkan undang-undang. Penyamaan keduanya dikhawatirkan menimbulkan bias pemahaman dan perdebatan teologis di tengah masyarakat.

Sri Mulyani memberikan klarifikasi bahwa maksud pernyataannya adalah menekankan prinsip keadilan sosial dalam kewajiban berbagi. Ia menegaskan bahwa pajak yang dibayarkan masyarakat tidak hilang begitu saja, melainkan kembali ke masyarakat dalam bentuk program perlindungan sosial, sekolah rakyat, hingga subsidi pupuk. “Pada dasarnya mereka yang mampu harus menggunakan kemampuannya karena di setiap rejeki yang kamu dapatkan ada hak orang lain,” kata Menkeu.

Jika tidak diluruskan, pernyataan ini berpotensi memicu kesalahpahaman publik, terutama dalam konteks hubungan antara kewajiban agama dan kewajiban kenegaraan. Namun di sisi lain, pemerintah menegaskan bahwa tujuan utama pernyataan tersebut adalah mendorong kesadaran kolektif bahwa pajak, zakat, maupun wakaf sama-sama memiliki peran penting dalam menciptakan keadilan sosial.

Baca juga: 8 Agenda Prioritas Prabowo di RAPBN 2026: SDM Unggul hingga Bangsa Mandiri

Baca juga: Istri Pejuang Keadilan: Dugaan Kriminalisasi dan Pemerasan Kasus Narkotika di Lampung Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *