kawanjarinews.com – Pati, Jawa Tengah, 14 Agustus 2025 – Gelombang protes besar melanda Kabupaten Pati setelah kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250% yang diberlakukan oleh Bupati Sudewo. Kebijakan tersebut memicu bentrokan antara warga dan aparat keamanan, serta memunculkan desakan agar Bupati mundur dari jabatannya.
Aksi protes melibatkan ratusan warga dari berbagai wilayah di Pati yang menuntut Bupati Sudewo mencabut kebijakan kenaikan PBB dan mengundurkan diri. Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) serta sejumlah tokoh masyarakat turut menyuarakan kritik terhadap kebijakan tersebut.
Kenaikan PBB yang mencapai 250% dinilai memberatkan masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Kebijakan ini juga dianggap melanggar janji kampanye Bupati Sudewo pada Pemilihan Kepala Daerah 2024, di mana ia menyatakan tidak akan menaikkan pajak.
Protes besar terjadi pada Rabu, 13 Agustus 2025, dan hingga kini aksi penolakan masih berlanjut. DPRD Kabupaten Pati telah membentuk panitia khusus (Pansus) pada pekan ini untuk menginvestigasi kebijakan tersebut.
Aksi demonstrasi terpusat di depan Kantor Bupati Pati, Jawa Tengah, dan meluas hingga ke sejumlah titik strategis di wilayah perkotaan.
Kebijakan kenaikan PBB disebut sebagai langkah responsif pemerintah daerah atas pemangkasan dana transfer pusat dari pemerintah pusat hingga 50% pada tahun anggaran berjalan. Pemotongan tersebut dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menutup defisit anggaran negara dan membayar utang luar negeri yang mencapai Rp800 triliun. Namun menurut IWPI langkah ini dinilai tidak dibarengi strategi mitigasi yang melindungi kepentingan masyarakat.
Selain itu, menurut IWPI proyek digitalisasi perpajakan nasional seperti Coretax dinilai gagal mencapai target penerimaan negara, sehingga memperburuk kondisi fiskal pusat dan mendorong daerah mencari sumber pendapatan alternatif dengan membebankan pajak ke masyarakat.
Bupati Pati menetapkan kenaikan PBB secara drastis sebagai salah satu solusi menutup kekurangan pendapatan daerah. Namun, langkah ini justru menimbulkan gelombang penolakan dan ketegangan sosial. DPRD Pati melalui Pansus akan memeriksa legalitas kebijakan tersebut, termasuk kemungkinan pelanggaran aturan dan potensi penggunaan hak angket untuk mengevaluasi kepemimpinan Bupati.
IWPI mendesak Presiden meninjau ulang kebijakan fiskal nasional agar tidak menjadikan pajak sebagai satu-satunya instrumen menutupi defisit, melainkan berorientasi pada pemerataan kesejahteraan. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan berkolaborasi mencari solusi kreatif yang tidak membebani rakyat secara berlebihan.
Hingga berita ini diturunkan, Bupati Sudewo belum menyatakan pengunduran diri dan masih mencari formula penyelesaian konflik untuk menjaga stabilitas daerah.
Baca juga: Bendera One Piece Berkibar dalam Aksi Demonstrasi Warga Pati Tuntut Bupati Mundur
Baca juga: Mendagri Perintahkan Inspektorat Telusuri Kenaikan Pajak 250 Persen di Pati