Empat Pulau Ditetapkan Masuk Sumut, Wakil Aceh: Keputusan Ini Tidak Dapat Diterima

banner 468x60

kawanjarinews.com – Jakarta — Keputusan pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (KEMENDAGRI) yang menetapkan empat pulau sebagai wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara (SUMUT) memicu penolakan dari sejumlah pihak di Aceh, termasuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Pemerintah Aceh.

Empat pulau yang selama ini dikelola oleh Pemerintah Aceh, termasuk secara administratif dan historis, diputuskan menjadi bagian dari Sumatera Utara. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Kemendagri, yang menurut pihak Aceh diambil tanpa melalui kesepakatan menyeluruh mengenai batas laut antara kedua provinsi.

Anggota DPD RI asal Aceh, Azhari Cage dalam acara Primetime News Metro Tv, secara tegas menolak keputusan ini. Dalam wawancara bersama media, ia menyebut bahwa langkah Kemendagri ini “tidak tepat dan keliru secara historis, yuridis, maupun administratif”. Ia menilai keputusan ini mengabaikan dokumen resmi, seperti peta topografi milik TNI AD 1978, keputusan Inspeksi Agraria tahun 1965, serta hasil kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada 1992.

Senada dengan Azhari, pakar otonomi daerah Djo Hermansa Johan juga menilai keputusan tersebut terlalu teknokratis dan tidak mempertimbangkan aspek politik, historis, dan semangat perdamaian pasca konflik di Aceh.

Persoalan ini mencuat setelah Kemendagri merilis SK penetapan wilayah administratif empat pulau tersebut pada tahun 2024. Reaksi penolakan mulai terdengar secara luas dalam beberapa minggu terakhir, terutama setelah publikasi garis batas wilayah yang dianggap hanya menyepakati batas darat, bukan batas laut.

Letak konflik administratif ini berada di wilayah perairan antara Kabupaten Aceh Singkil (Provinsi Aceh) dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Provinsi Sumatera Utara). Keempat pulau yang dipermasalahkan berada di kawasan perbatasan ini dan selama ini dikenal sebagai bagian dari Aceh dalam pengelolaan, perizinan, hingga penarikan pajak.

Menurut Azhari, keputusan Kemendagri menyalahi beberapa aspek hukum dan administratif. Ia menyebut bahwa secara historis, pulau-pulau tersebut telah tercatat sebagai bagian dari Aceh. Bahkan dalam UU Pemekaran Aceh Singkil tahun 1999, disebutkan bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari Aceh. Selain itu, tidak ada kesepakatan resmi antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Sumut terkait batas laut.

“Jangan memperlakukan Aceh dengan sewenang-wenang. Kami sudah banyak mengalah. Tapi kalau hak kami terus dilanggar, tentu kami harus bersuara,” ujar Azhari.

Pihak Aceh melalui perwakilan di DPD RI mendesak pemerintah pusat untuk mencabut SK tersebut. Mereka meminta proses penyelesaian dilakukan secara adil, terbuka, dan mempertimbangkan kesepakatan yang sudah pernah dibuat, termasuk peta batas wilayah tahun 1956 yang diakui dalam MoU Helsinki sebagai dasar wilayah Aceh.

Jo Hermansa menambahkan bahwa penyelesaian masalah ini harus memperhatikan aspek sosial-politik dan tidak sekadar bergantung pada pendekatan birokratis semata. “Jangan sampai keputusan yang keliru ini memicu ketegangan dan mengganggu proses perdamaian yang telah dibangun bertahun-tahun di Aceh,” ujarnya.

Baca juga: Sengketa Empat Pulau Tak Kunjung Usai, Aceh dan Sumut Masih Bertolak Belakang

Baca juga: Gubernur Papua Barat Daya Klarifikasi Isu Tambang Nikel, Dorong Moratorium dan Penataan Tata Ruang Raja Ampat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *