Rp200 Triliun Dana Pemerintah Didorong ke Perbankan: Efektifkah untuk Pajak dan Ekonomi?

banner 468x60

KawanJariNews.com – Surabaya, 16 September 2025 – Pemerintah melalui Menteri Keuangan mengumumkan kebijakan pemindahan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke perbankan. Langkah ini ditujukan untuk memperkuat likuiditas, memperbesar kapasitas penyaluran kredit, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut pernyataan resmi, kebijakan tersebut diproyeksikan mampu melipatgandakan kapasitas kredit hingga Rp600 triliun. Pemerintah berharap perputaran uang di masyarakat meningkat dan aktivitas ekonomi produktif semakin berkembang.

Risiko dan Tantangan Penyaluran Kredit

Meski secara teori kapasitas kredit bisa meningkat, sejumlah pihak menilai pelaksanaan kebijakan ini tetap menghadapi tantangan. Perbankan masih berhati-hati menyalurkan kredit di tengah ketidakpastian global, sementara sebagian pelaku usaha menunda ekspansi karena prospek ekonomi belum stabil.

Pengamat ekonomi menilai, tanpa strategi penyaluran yang jelas, dana tersebut berpotensi tidak termanfaatkan secara optimal. Bahkan, jika diarahkan ke sektor dengan risiko tinggi, risiko kredit macet dapat meningkat dan menekan kinerja perbankan.

Dampak Fiskal dan Pajak

Dari sisi fiskal, kebijakan ini dapat memunculkan dua kemungkinan:

  1. Skenario Positif: Kredit diarahkan ke sektor produktif seperti UMKM, pertanian, dan industri pengolahan. Aktivitas ekonomi yang tumbuh akan berkontribusi pada peningkatan penerimaan pajak, baik dari PPN maupun PPh.
  2. Skenario Negatif: Kredit justru masuk ke sektor konsumtif atau spekulatif yang tidak menciptakan nilai tambah berkelanjutan. Dalam kondisi ini, penerimaan pajak berpotensi stagnan dan risiko kredit bermasalah meningkat.

Pandangan Kadin Jawa Timur

Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter KADIN Jawa Timur, Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, menyampaikan bahwa arah penyaluran kredit akan menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.

“Rp200 triliun yang dipindahkan ke perbankan memang bisa memperluas kapasitas kredit. Tetapi yang lebih penting adalah memastikan penyalurannya masuk ke sektor produktif. Kalau kredit diarahkan ke UMKM, industri pengolahan, atau pertanian, dampak fiskalnya akan signifikan: basis pajak bertambah, penerimaan PPN dan PPh meningkat, dan tax ratio membaik. Namun, jika justru masuk ke sektor konsumtif atau spekulatif, negara bisa rugi dua kali penerimaan pajak tidak bertambah, sementara risiko kredit macet membesar” ujarnya.

Yulianto juga menekankan perlunya pengawasan ketat. “Bank tidak boleh hanya mengejar penyaluran angka kredit, tetapi harus diarahkan untuk membiayai sektor riil yang punya multiplier effect. Dari sisi perpajakan, tolok ukur keberhasilan jelas: apakah basis pajak bertambah atau tidak.” tambahnya

 Kesimpulan: Kebijakan pemindahan dana pemerintah ke perbankan berpotensi menjadi instrumen penggerak ekonomi. Namun, efektivitasnya sangat ditentukan oleh strategi penyaluran, pengawasan otoritas, dan respons dunia usaha. Tanpa pengelolaan yang tepat, kebijakan ini bisa menghadirkan risiko fiskal yang perlu diantisipasi sejak dini.

Baca juga: Menteri Keuangan Baru Purbaya Yudi Sadewa Pindahkan Rp200 Triliun ke Sistem Perbankan Nasional, Apa Dampaknya?

Baca juga: KPK Terus Telusuri Dugaan Korupsi Kuota Haji, MAKI Desak Penetapan Tersangka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *