Pemerintah Targetkan Implementasi Biodiesel B50 pada 2026, Dorong Kemandirian Energi Nasional

banner 468x60

KawanJariNews.com – Jakarta, 14 Oktober 2025 – Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk menerapkan program biodiesel B50 campuran 50 persen minyak sawit mentah (CPO) dengan 50 persen solar konvensional secara penuh pada semester kedua tahun 2026. Langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor solar dan memperkuat kemandirian energi nasional melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa penerapan biodiesel B50 merupakan kelanjutan dari program B40 yang telah dijalankan sejak awal 2025. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan, pemerintah telah melakukan tiga kali uji coba dan kini memasuki tahap akhir yang diperkirakan selesai dalam delapan bulan ke depan.

“Pemerintah berkomitmen untuk menghentikan impor minyak solar mulai tahun 2026. Implementasi B50 adalah bagian dari strategi besar untuk mencapai kemandirian energi nasional dan memperkuat ekonomi petani sawit,” ujar Bahlil.

Menurutnya, pasokan bahan baku CPO dipastikan aman, karena Indonesia merupakan eksportir terbesar minyak sawit dunia. Walaupun ekspor CPO akan sedikit berkurang, kebijakan ini diyakini menjadi lompatan besar menuju kemandirian energi dan peningkatan kesejahteraan petani sawit. Pemerintah memperkirakan penghematan devisa dari impor solar dapat mencapai 40,71 miliar dolar AS selama periode 2020–2025, dengan tambahan penghematan sebesar 10,84 miliar dolar AS per tahun setelah penerapan penuh B50.

Dalam diskusi bersama pengamat energi dan pelaku industri sawit, sejumlah pandangan disampaikan terkait implementasi program ini. Fahmi Radi, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, menilai program B50 merupakan langkah strategis dalam transisi energi bersih. Namun, ia menekankan pentingnya kesiapan teknologi dan infrastruktur pendukung. “Tantangan terbesar terletak pada kesiapan industri hulu dan pengelolaan sumber daya yang efisien,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat M. Manurung, menyebut bahwa program B50 menjadi peluang besar bagi petani sawit untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas. Ia menegaskan perlunya kebijakan replanting dan dukungan pemerintah agar produktivitas lahan petani meningkat signifikan. “Petani sawit harus dilibatkan secara langsung. Tanpa dukungan kebijakan replanting dan subsidi pupuk, sulit mencapai produktivitas ideal,” kata Gulat.

Dari sisi hulu, Indonesia masih menghadapi tantangan serius berupa rendahnya produktivitas lahan sawit rakyat, yang rata-rata hanya mencapai 1,7–2 ton CPO per hektar per tahun, jauh di bawah potensi 7 ton per hektar. Selain itu, sekitar 509.000 hektar lahan sawit dalam kondisi rusak, menyebabkan hilangnya potensi produksi hingga 2 juta ton CPO.

Dari aspek tata niaga, Gulat menyoroti perlunya regulasi yang jelas untuk mengatur distribusi bahan baku dan produk akhir. Ia mengusulkan penerapan kebijakan Market Domestic Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) guna menjamin keseimbangan pasokan antara kebutuhan energi, pangan, dan industri oleo-kimia. “Tanpa regulasi yang tegas, ada risiko pengusaha lebih memilih ekspor dengan harga tinggi, yang bisa memicu krisis pasokan domestik,” ujarnya.

Data Kementerian ESDM menunjukkan tren positif sejak penerapan biodiesel. Impor solar turun dari 5,27 juta kiloliter (KL) pada 2020 menjadi proyeksi 4,9 juta KL tahun ini, dengan target pengurangan lebih lanjut setelah B50 diberlakukan. Sementara itu, kebutuhan bahan bakar nabati meningkat dari 9,29 juta KL pada 2020 menjadi 20,1 juta KL di 2024, menandakan berkembangnya industri biodiesel dalam negeri.

Pemerintah menegaskan bahwa keberhasilan program B50 bergantung pada koordinasi lintas sektor, dukungan kebijakan yang kuat, serta keterlibatan aktif petani dan pelaku industri. “Kami akan memastikan program ini berjalan berkelanjutan dan memberikan manfaat ekonomi serta sosial bagi seluruh lapisan masyarakat,” tutur Bahlil Lahadalia.

Dengan implementasi B50, Indonesia diharapkan mampu mencapai kemandirian energi, mengurangi beban impor, dan memperkuat posisi sebagai negara produsen biodiesel terbesar di dunia.

Baca juga: Kemenkeu Pastikan APBN Tak Menalangi Utang Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung

Baca juga: Saham Blue Chip Menguat di Tengah Sorotan Purbaya terhadap Saham Gorengan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *