KawanJariNews.com – Jakarta, 3 Oktober 2025 — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) di Pemerintah Provinsi Jawa Timur periode 2019–2022.
Penetapan ini merupakan hasil pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019–2024, Sahat Tua P Simanjuntak, pada Desember 2022 lalu.
Modus Operasi dan Aliran Dana
Hasil penyidikan mengungkap adanya praktik pengaturan alokasi dana hibah Pokmas. Dana yang seharusnya disalurkan ke masyarakat mengalami pemotongan berlapis melalui jaringan koordinator lapangan (korlab).
Korlab bertugas menyusun proposal, RAB, dan laporan pertanggungjawaban yang sebagian besar bersifat fiktif. Uang hasil potongan kemudian didistribusikan ke anggota DPRD serta pihak-pihak lain.
Tersangka dan Penahanan
Dari total 21 tersangka, empat orang langsung ditahan KPK, yakni:
- HAS, anggota DPRD Jawa Timur (2024–2029)
- JPP, pihak swasta dari Blitar
- SKR, mantan kepala desa dari Tulungagung
- WK, pihak swasta dari Tulungagung
Keempatnya ditahan selama 20 hari pertama, mulai 2 hingga 21 Oktober 2025, di Rutan Cabang KPK.
Dalam konferensi pers, Brigjen Pol. Asep Guntur Rahayu, selaku Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK sekaligus Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi, menegaskan bahwa lembaga antirasuah akan terus mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
“Dana hibah yang seharusnya menjadi hak masyarakat justru dipotong dan dibagi-bagi. KPK akan memastikan para pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban sesuai hukum,” ujar Asep.
KPK menduga Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi, menerima fee sekitar Rp32,2 miliar dari aliran dana hibah Pokmas periode 2019–2022. Selain itu, Kusnadi disebut menerima alokasi dana pokok pikiran (pokir) senilai Rp398,7 miliar.
Dengan adanya potongan berlapis, masyarakat penerima manfaat diperkirakan hanya memperoleh 55–70 persen dari anggaran yang telah ditetapkan.
Kasus hibah Pokmas Jatim menjadi sorotan publik karena menyoroti lemahnya tata kelola anggaran publik daerah. Praktik suap, pemotongan, dan penggelembungan laporan dipandang sebagai bentuk nyata penyalahgunaan kewenangan.
KPK menegaskan akan memperketat pengawasan mekanisme hibah, memperbaiki sistem alokasi, serta mendorong transparansi dan akuntabilitas di daerah.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta ketentuan pasal lain yang relevan.
Baca juga: MK Diminta Hapus Hak Pensiun Anggota DPR, Puan Maharani: Kebijakan Harus Berdasarkan Aturan Hukum
Baca juga: 20 Murid SDN 01 Gedong Jakarta Timur Keracunan Usai Konsumsi Mi Goreng MBG