Trump Naikkan Tarif ke 100%, China Bersiap Balas!

banner 468x60

KawanJariNews.com – Surabaya, 13 Oktober 2025 — Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China kembali memuncak setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif 100 persen terhadap produk-produk impor asal China. Pemerintah Beijing langsung bereaksi keras dan menegaskan tengah menyiapkan langkah balasan yang berpotensi mengguncang rantai pasok global.

Menurut laporan media reuters.com, Kementerian Perdagangan China menyebut kebijakan tarif baru AS sebagai “tindakan sepihak yang melanggar prinsip perdagangan internasional”, serta memperingatkan bahwa Beijing akan mengambil langkah “tegas dan proporsional” untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Media tersebut juga mencatat meningkatnya tensi diplomatik antara Washington dan Beijing sejak pengumuman kebijakan tersebut.

Langkah Balasan Awal dari Beijing

Sebagai respons cepat atas kebijakan Washington, China mengumumkan pengenaan biaya pelabuhan tambahan (port fees) terhadap kapal berbendera atau berafiliasi dengan AS yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan China. Langkah ini disebut sebagai bentuk “timbal balik langsung” atas kebijakan tarif Amerika Serikat.

Masih menurut media reuters.com, pemerintah China juga memperketat pengawasan ekspor terhadap bahan baku strategis, termasuk rare earth atau logam tanah jarang yang menjadi komponen penting dalam industri teknologi tinggi dan energi bersih. Aturan baru mewajibkan perusahaan eksportir memperoleh lisensi khusus dari pemerintah, kebijakan yang dinilai dapat menekan industri manufaktur AS.

Analis menilai strategi ini merupakan senjata ekonomi andalan Beijing, mengingat negara tersebut menguasai lebih dari 70 persen pasokan global logam tanah jarang. Laporan media reuters.com menyebutkan bahwa kebijakan tersebut menjadi salah satu langkah paling agresif sejak perang dagang 2018.

Dampak Langsung di Pasar Global

Berita tentang perang tarif jilid baru ini segera mengguncang pasar keuangan dunia. Media reuters.com melaporkan bahwa indeks saham utama di Asia mengalami tekanan signifikan: Shanghai Composite turun 2,1 persen, sementara Nikkei 225 Jepang melemah 1,8 persen.

Nilai tukar yuan juga melemah terhadap dolar AS, mencerminkan kekhawatiran investor atas potensi disrupsi rantai pasok global. Laporan Goldman Sachs memperingatkan bahwa eskalasi perang dagang dapat menaikkan biaya produksi internasional dan memicu gelombang inflasi baru, terutama di sektor teknologi dan energi hijau.
“Jika tarif 100 persen benar-benar diterapkan, efek domino ke rantai pasok global akan jauh lebih besar dibanding perang dagang 2018,” demikian tertulis dalam laporan yang dikutip media reuters.com.

Komentar Praktisi

Menurut Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, Konsultan sekaligus Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter KADIN Jawa Timur, langkah balasan China ini tidak hanya akan berdampak pada dua negara adidaya, tetapi juga berimbas luas ke negara berkembang seperti Indonesia.

“Eskalasi perang dagang ini akan menekan perdagangan global secara keseluruhan. Negara-negara berkembang yang bergantung pada ekspor bahan baku atau manufaktur berisiko mengalami penurunan permintaan dan tekanan harga.Indonesia perlu bersiap dengan kebijakan fiskal yang adaptif serta memperkuat pasar domestik,” ujar Yulianto saat dihubungi, Senin (13/10).

Ia juga menilai bahwa kebijakan Trump cenderung bersifat politik proteksionis, bukan murni ekonomi.“Tarif sebesar 100 persen ini lebih banyak ditujukan untuk memperkuat posisi politik dalam negeri AS menjelang pemilu. Namun dampak riilnya justru bisa memukul rantai pasok global yang saling terhubung,” tambahnya.

Lebih lanjut, Yulianto menegaskan bahwa Indonesia harus bersiap atas segala kemungkinan, termasuk perubahan arus perdagangan global dan potensi perlambatan ekonomi kawasan.

“Pemerintah dan pelaku usaha perlu bersinergi memperkuat ketahanan ekonomi domestik, diversifikasi ekspor, serta mencari mitra dagang alternatif di luar AS dan China. Situasi ini bisa menjadi ancaman, tapi juga peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya di pasar Asia dan Timur Tengah,” tegasnya.

AS–China di Persimpangan Baru

Langkah Trump dinilai sebagai upaya menekan China agar melonggarkan kontrol ekspor atas teknologi dan bahan baku penting, termasuk microchip dan komponen kendaraan listrik. Namun, menurut media reuters.com, Beijing menolak tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa kebijakan itu merupakan bentuk perlindungan keamanan nasional.

Dengan kedua negara menolak mundur, banyak pihak menilai dunia kini menghadapi babak baru dari rivalitas ekonomi terbesar abad ini. Para diplomat internasional menyerukan dialog segera agar eskalasi tidak berujung pada krisis perdagangan global yang berkepanjangan.

Beberapa negara mitra dagang utama seperti Jepang, Korea Selatan, dan Jerman dilaporkan mulai menyiapkan langkah antisipatif terhadap potensi gangguan pasokan bahan baku industri, menurut laporan media reuters.com.

Harapan Negosiasi Masih Ada

Meski keras dalam pernyataannya, pemerintah China masih membuka pintu negosiasi dan menyerukan agar Washington kembali ke jalur diplomasi. Media reuters.com mencatat, Gedung Putih sejauh ini belum mengeluarkan tanggapan resmi atas ancaman langkah balasan Beijing.

Pertemuan antara perwakilan dagang kedua negara dijadwalkan berlangsung akhir Oktober di Jenewa, namun sejumlah pengamat meragukan kemungkinan tercapainya kesepakatan cepat. Seorang pejabat senior di Beijing bahkan menegaskan, “Era di mana AS bisa menekan China sesuka hati sudah berakhir,” sebagaimana dikutip media reuters.com.

Redaksi:
Laporan ini disusun oleh tim redaksi Kawanjarinews.com dengan mengutip sejumlah informasi internasional dari media reuters.com.

Baca juga: Kelangkaan BBM Swasta Berlanjut, Pemerintah Evaluasi Izin Impor dan Investasi SPBU

Baca juga: DPD FERADI WPI Jakarta dan Universitas Mpu Tantular Teken MoU Pendidikan Profesi Advokat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *